Waspada “Narkoba” Model Baru yang Merusak Otak Anak

Narkotika dan obat-obatan (narkoba) merupakan senyawa terlarang yang bisa mempengaruhi kinerja otak, merusak fisik maupun mental, mengurangi kesadaran serta memberikan efek kecanduan yang luar biasa. Hal ini bukan menjadi rahasia umum lagi, meskipun demikian jumlah pemakai masih saja ada bahkan cenderung meningkat bukan saja kalangan dewasa namun juga anak-anak.

 

Pada era digital saat ini, gadget menjadi candu yang menyebabkan anak memiliki ketergantungan, mengganggu perkembangan otak, perkembangan sekaligus keterampilan sosial serta mempengaruhi tumbuh kembang psikologis anak yang cenderung memiliki sikap agresif terlebih jika mereka dibatasi bahkan tidak diberikan akses sama sekali terhadap gadget.

 

Gadget menjadi salah satu alat yang tidak bisa dihindarkan dari anak apalagi selama masa pandemi pembelajaran berlangsung secara online (daring). Penggunaan perangkat berkepanjangan dan tak terkontrol bisa menjerumuskannya pada hal-hal di luar batas perilaku yang seharusnya dilewati sebagaimana perkembangan anak pada umumnya. Semakin lama anak menggunakan gadget semakin sedikit ruang untuk ia bisa bersosialisasi dengan orang lain bahkan keluarga, semakin terbatas untuk mengasah potensi yang dimilikinya, semakin sempit waktu untuk melakukan kegiatan membaca atau menulis, berkurangnya kesempatan untuk melakukan aktivitas produktif lainnya.

 

Ilustrasi gambar gadget merusak otak (Kartun Ironi)

Game online menambah daftar panjang seorang anak kecanduan terhadap gadget. Berbagai jenis permainan online bisa dengan mudah diakses dan diunduh setiap saat dan di mana pun berada. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat salah satu bentuk hiburan paling banyak dipilih masyarakat di masa pandemi Covid-19 adalah bermain game online sebesar 16,5 %. Sementera itu, musik online 15,3 %. Sementara itu, data yang dihimpun oleh Statista terdapat 50,8 juta pengguna mobile game pada tahun 2020. Hal itu tentu tidak bisa dilepaskan dari kebijakan Work From Home (WFH) dan belajar di rumah. Alhasil membuat penggunaan dan unduhan aplikasi game online melonjak secara drastis dibandingkan pada masa sebelumnya. Terlebih lagi, lembaga riset pemasaran asal Amsterdam, Newzoo mencatat bahwa Jumlah pemain game Indonesia terbanyak di Asia Tenggara, yang bermain game di telepon pintar, personal computer dan laptop, serta konsul dengan jumlah ada 43,7 juta gamer (56% di antaranya laki-laki.

 

Seseorang bisa didiagnosis kecanduan game oleh psikolog atau psikiater apabila ia memiliki pola bermain game yang cukup parah hingga berdampak buruk terhadap dirinya pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan, dan hal-hal penting lainnya. Psikolog atau psikiater biasanya baru dapat memberikan diagnosis setelah pola kecanduan game seseorang berlangsung selama setidaknya 12 bulan, walau syarat waktu ini bisa dipersingkat bila dampak buruk bermain game ke kehidupannya sehari-hari sangat terlihat nyata.

 

Pemberian gadget pada anak sejak dini dapat berdampak buruk terhadap perkembangan otak anak. Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh seorang ahli kesehatan dari Kanada yakni James McNamee bahwa: “Anak-anak lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan orang dewasa, karena otak anak dan sistem imun mereka masih berkembang”. Hal ini menegaskan bahwa gadget memberikan efek negatif pada perkembangan otak khususnya pada anak dengan persentase yang lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa.

 

Lembaga kesehatan dunia atau dikenal World Health Organization (WHO) mengidentifikasikan gadget sebagai penyebab kemungkinan kanker karena radiasi emisi yang dihasilkan oleh gadget itu sendiri. Selain itu, seorang ahli bedah otak dari University of Texas yakni Donald Hilton Junior mengungkapkan bahwa gadget secara langsung merusak lima bagian otak, sementara itu narkoba (narkotika dan obat-obatan) merusak tiga bagian otak. Hal ini menunjukkan bahwa gadget memberikan efek negatif lebih besar dibandingkan dengan narkoba pada bagian jenis organ yang sama.

 

Selain itu, WHO menerbitkan dokumen ICD-11, yang merupakan revisi dari dokumen sebelumnya, ICD-10 terbitan pada 1990. Dokumen ini digunakan oleh para tenaga kesehatan untuk mengategorisasi segala jenis penyakit dan kondisi kesehatan, dari melahirkan seorang bayi (JB20 Single spontaneous delivery), sakit flu (1E32 Influenza, virus not identified), hingga kecanduan game online (6C51 Gaming disorder).

 

 

Peran Orang Tua

Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan anak dari dampak buruk ketergantungan pada gadget. Kesatu, berikan kontrol pada anak dengan memperhatikan aktivitas dan perubahan perilakunya setiap hari. Pastikan bahwa anak tidak menggunakan gadget secara berlebihan apalagi di masa pandemi pembelajaran pun dengan memanfaatkan teknologi digital. Jangan sampai anak lebih dominan menghabiskan waktu dengan bermedia sosial dibandingkan belajar. Apa lagi game yang variatif memungkinkan meningkatkan rasa penasarannya untuk mencoba banyak jenis game sampai ia mengorbankan waktu tidurnya hanya untuk bermain semalaman.

 

Dinamisnya informasi dan komunikasi di media sosial sering kali melupakan tugas utamanya untuk belajar hingga akhirnya ia tidak fokus terhadap apa yang menjadi kewajiban sekaligus tanggung jawabnya. Anak harus bisa menempatkan diri pada waktu yang tepat. Waktu belajar harus digunakan dengan sebaik-baiknya tanpa terganggu oleh hal-hal lain yang tidak ada kaitan atau menunjang terhadap aktivitas akademik.

 

Kedua, alihkan segera aktivitas anak bermain gadget berlebihan pada hal-hal yang lebih bermanfaat lainnya seperti berolah raga, jalan santai, atau berkumpul bersama keluarga. Hal ini diperlukan untuk membiasakan anak tidak menjadikan gadget sebagai candu, gadget tidak dijadikan tempat ia untuk mencari kesenangan. Lebih dari itu, keluarga selalu hadir dan terbuka untuk ada bersamanya dan menjadi solusi saat ia memiliki masalah sekali pun.

  

Ketiga, orang tua memberikan perhatian pada anak berupa penghargaan (reward) saat anak bisa menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya secara baik. Hal ini diharapkan anak memperoleh pengakuan atas tanggung jawab yang sudah ia laksanakan. Sementara itu, saat ini belum bisa melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik orang tua sebaiknya melakukan tindakan preventif, memberikan arahan agar anak bisa menggunakan gadget secara bijak, melakukan pendekatan persuasif saat anak belum bisa menuntaskan kewajibannya dengan baik. Harapannya anak memiliki sikap tanggung jawab yang baik terhadap dirinya sendiri dan orang lain

 

Perlu dicatat, pemberian hadiah berupa hand Phone (HP) pada anak sejak dini sebaiknya dihindarkan agar mereka sejak kecil tidak memiliki kebiasaan mengakses internet terlebih lagi jika ia mengakses internet sekedar untuk bermain-main saja, menghabiskan waktu secara percuma. Jika keadaan yang mengharuskan ia memiliki gadget, secara berikan HP yang sewajarnya tanpa berlebihan yang terpenting bisa untuk menunjang belajarnya dan tidak memiliki ruang lebih untuk bermain game.

 

Bukan rahasia umum lagi, bermain game maupun berselancar pada media sosial memberikan kesenangan sendiri bagi pengguna khususnya anak. Namun jangan lupa bahwa kesenangan tersebut tanpa diimbangi dengan kesadaran digital (digital awareness) bisa menyebabkan kecanduan luar biasa sehingga kita lupa terhadap waktu dan hal lainnya yang lebih berarti.

 

Keempat, bersikap tegas saat anak menggunakan gadget secara berlebihan khususnya bermain game. Jangan ragu untuk menghapus/un-instal game yang ada di perangkat anak sehingga anak tidak memiliki kesempatan lagi untuk menghabiskan waktu hanya untuk bermain game. Hidarkan anak berada pada zona nyaman, jangan sampa ia merasa nyaman dengan dunianya sendiri yang semu, padahal dunia yang sebenarnya adalah berinteraksi secara luas dengan banyak orang di lingkungan sekitar maupun luar secara langsung dan mengasah keterampilan sosialnya karena bagaimana pun juga mereka makhluk sosial (homo homin socius) yang hidup secara berdampingan dengan manusia lainnya. Dengan demikian, setiap potensi yang dimiliki anak, waktu yang tersedia dan ruang yang ada bisa dioptimalkan secara baik.

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Waspada “Narkoba” Model Baru yang Merusak Otak Anak"

  1. Smartphone diberikan orang tua supaya anak² tenang tak mengganggu mereka. Itu cara praktis orang tua jaman skr, padahal itu justru menjerumuskan anak.

    Anak² jaman tahun 1990an gk mengenal gadget separah skr.

    BalasHapus
  2. Betul sekali bang. Ironi memang. Teknologi dan informasi digaungkan dengan harapan bisa membantu mempermudah berbagai urusan umat manusia, tapi kurang bijak dalam penggunaannya juga malah jadi boomerang untuk diri sendiri bahkan orang lain.
    Semua tergantung pada penggunanya juga

    BalasHapus